Djogjakarta, disuatu senja seiring dengan rintik hujan turun serta kepadatan lalu lintas kota.
"Kak, bisa numpang sampai lampu merah berikutnya ?" sebuah suara lirih menyapaku sore itu saat gerimis mengiringi kepulanganku.
Sedikit kaget ku menoleh kearah sumber suara, seorang gadis kecil tepat disampingku saat lampu merah menyala. Menilik dari pakaian yang dikenakan bisa kutebak gadis ini adalah pengamen. Sedikit ragu sebenarnya, tapi setelah melihat sorot matanya yg mengharap cemas serta putus asa akhirnya ku iyakan permintaannya. Dengan segera iya membonceng dibelakangku karena lampu segera berganti menjadi hijau.
"Terimakasih kak, terimakasih sekali, karena dari tadi saya mencoba mencari tumpangan ga ada yang mau" ujarnya.
Bisa kutebak usia anak ini sekitar 9 tahunan. Tidak terlalu kumuh sebenarnya cuma sedikit kurang terawat saja sepertinya.
"Adik mau kemana ?" tanyaku.
"Lampu merah Ring Road Utara" dia menjawabnya. "Atau terserah kakak sampai dimana tujuannya" tambah gadis itu lagi.
"Oh, ga papa kebetulan itu juga rute kakak" ujarku.
Dari bibirnya kumendapat cerita bahwa dia masih sekolah kelas 4 SD dan tinggal disebuah Rumah Singgah di wilayah Kota Baru Jogjakarta. Bermacam pertanyaan muncul dipikiranku mengenai dimana keluarganya, bagaimana dia bisa bertahan dengan keaadaan seperti itu.
Sisa dari perjalananku kuhabiskan sambil mendengar cerita dari gadis kecil itu. Hidup hanya dengan seorang adiknya laki-laki saja, usia 6 tahun yang saat ini dia tinggal untuk mengamen di lampu merah dimana yang menjadi tujuannya sekarang. Gadis itu hendak menjemput adiknya untuk pulang bersama.
"Orang tua kamu dimana ?" kutanyakan hal itu kepadanya.
Dengan sedikit terbata dia menjawab " Bapak sudah meninggal, setelah itu tiba-tiba ibu pergi,kami ga tahu ibu pergi kemana, tahu-tahu kami sudah ditinggalkan begitu saja".
"Ooh.." mungkin hanya itu kata yang bisa terucap dariku.
Entah itu suatu kebohongan atau memang sebuah pernyataan jujur aku juga ga tahu. Namun aku bisa melihat gadis ini cukup baik, cerdas tidak seperti pengamen jalanan lainnya. Dia biasa mengamen sehabis pulang sekolah jam satu-an dan pulang menjelang mangrib bersama dengan adiknya. Namun untuk saat ini mereka memang berbagi lokasi sehingga dia harus menjemput adiknya yang masih kecil untuk diajak pulang bersama.
Setelah hampir sampai ketempat yang dia tuju, baru kusadar "Eh, Nama kamu siapa?" tanyaku.
" Gita, Kak" jawabnya. Dengan sedikit terburu-buru karena pas dilampu merah, gadis itu turun dengan menyampaikan rasa terimakasih yang diulang-ulang, aku hanya tersenyum
dan mengangguk.
Kembali ku melanjutkan sisa perjalananku sendiri, dengan berbagai macam perasaan yang berkecamuk dalam hati. Seolah dingat kan oleh suatu hal "Ucapan Syukur" mungkin hal yang jarang aku lakukan. Aku baru menyadari bahwa setiap apa yang aku dapatkan saat ini mungkin itu sudah merupakan bagian terbaik. Yaaaah...lebih baik bukan daripada aku mesti ngamen dijalan hehehehe...
Thank's GoD !
1 komentar:
Iya ya, kondisi kita saat ini msh lbh baik dr pd mereka. So, kita harus mensyukuri nikmat dan Karunia-Nya yg diberikan pd kita. True story yg ok
Posting Komentar